Kerajaan-kerajaan Hindu dan Buddha di Indonesia.

Perkembangan Negara tradisional di Indonesa dapat dibuktikan dari peninggalan kerajaan-kerjaan. Bentuk peninggalan itu salah satunya berupa prasasti. Dalam prasasti terdapat tulisan yang bisa mengungkap sejarah perkembangan kerajaan tersebut.

KERAJAAN-KERAJAAN MASA HINDU DAN BUDDHA DI INDONESIA.
Masuknya pengaruh kebudayaan Hindu-Buddha di Indonesia di bidang pemerintahan menyebabkan bergesernya pola pemerintahan dari bentuk suku-suku menjadi kerajaan. Kerajaan-kerajaan yang muncul akibat pengaruh Hindu-Buddha, antara lain sebagai berikut:

1. Kerajaan Kutai.
Banyak hasil penelitian yang menyebutkan bahwa kerajaan Hindu tertua di Indonesia adalah Kerajaan Kutai.
                       

a. Aspek Kehidupan Politik.
Keterlibatan Indonesia dengan dunia luar telah dimulai sejak abad pertama Masehi. Mereka telah mengadakan komunikasi, hubungan dagang, dan diduga juga ada yang sudah menikah dengan orang-orang India. Pernikahan menyebabkan orang-orang India menetap di wilayah Indonesia dan muncullah pemukiman India. 
Pengaruh datangnya kebudayaan di India  terutama kebudayaan Hindu menyebabkan Kutai yang semula merupakan kelompok masyarakat yang berbentuk suku berubah sistem pemrintahannya. Kepala pemerintahannya yang semula seorang kepala suku berubah menjadi raja.
b. Aspek Kehidupan Budaya.
Masyarakat Kutai mulai mengenal tulisa  dan kebudayaan dari luar karena pengaruh agama Hindu. Dengan demikian, Bangsa Indonesia sudah mengakhiri zaman praaksara dan mulai memasuki zaman sejarah sebab masyarakat Kutai sebagai bagian dari Indonesia telah mengenal kebudayaan tertulis.
Bukti yang mendukung kesimpulan itu adalah ditemukannya empat batu bertulisan (yupa) pada tahun 1879 dan tiga yupa lagi pada tahun 1940 di daerah aliran Sungai Mahakam. Tulisan prasasti tersebut memakai huruf Pallawa dan bahasa Sanskerta. Huruf dan bahasa itu telah lazim digunakan oleh kaum brahmana di India Selatan.
c. Aspek Kehidupan Sosial.
Prasasrti peninggalan Kerajaan Kutai yang ditulis menggunakan Huruf Pallawa dan dalam bahasa sanskerta memberi petunjuk bahwa sebagian penduduk Kutai yang hidup dalam suasana peradaban India. Bahasa Sanskerta bukanlah bahasa rakyat biasa, tetapi biasa digunakan oleh para brahmana. Kemungkinan di Kutai pun bahasa sanskerta digunakan oleh para brahmana. Dengan demikian, para brahmana kemungkinan juga telah menjadi kelompok masyarakat elite di Kutai.
Kelompok masyarakat lain yang muncul akibat pengaruh kebudayaan India adalah kelompok ksatria. Kelompok ksatria terdiri atas kerabat Mulawarman atau terbatas pada orang-orang yang erat hubungannya dengan raja.
d. Aspek Kehidupan Ekonomi.
Tidak begitu banyak keterangan yang didapat mengenai kegiatan ekonomi masyarakat di Kerajaan Kutai. Namun, diperkirakan mereka hidup dari hasil pertanian dan peternakan.

2. Kerajaan Tarumanegara.
Kerajaan Hindu tertua kedua di Indonesia terdapat di Jawa Barat. Kerajaan itu bernama Tarumanegara. Dalam berita Cina, Tarumanegara disebut To-lo-mo. Berdirinya kerajaan Tarumanegara diduga bersamaan dengan Kerajaan Kutai, yaitu pada abad ke-5 M. bukti yang memperkuat pendapat itu adalah ditemukannya tujuh prasasti, yaitu prasasti Citarum (Ciaruteun), Prasasti Kebon Kopi, Prasasti Jambu, Prasasti Pasir Awi (Pasir Muara), dan Prasasti Muara Cianten (di Bogor); Prasasti Tugu (di Jakarta); Prasasti Lebak Muncul (di Banten Selatan). Ketujuh prasasti itu ditulis menggunakan huruf Pallawa dengan menggunakan bahasa Sanskerta.
            a.  Aspek Kehidupan Politik
Kerajaan Tarumanegara diperintah oleh Raja Purnawarman. Raja Purnawarman merupakan raja yang cakap dan berusaha meningkatkan kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu, rakyatnya hidup makmur dalam suasana aman dan tenteram.
Pengaruh agama Hindu dan adanya berita dari Cina membuktikan bahwa Kerajaan Tarumanegara telah mengadakan hubungan dengan luar negeri. Adanya hubungan dengan luar negeri menyebabkan kehidupan masyarakat Tarumanegara bertambah maju, baik bidang ilmu pengetahun maupun bidang perdagangan.


                 
        b. Aspek Kehidupan Budaya.
Hasil peninggalan kebudayaan dari Kerajaan Tarumanegara berupa area dan prasasti. Peninggalan kebudayaan berupa tujuh buah prasasti.

   Prasasti Ciaruteun ditemukan di daerah Ciaruteun, Jawa Barat. Dalam Prasasti Ciaruteun, terdapat bekas pahat tapak kaki yang menerangkan bahwa sepasang tapak kaki tersebut milik Raja Tarumanegara yang digambarkan seperti tapak kaki Dewa Wisnu.
Prasasti Kebun Kopi ditemukan di Kampung Muala Hilir, Kecamatan Cubungbulang. Di situ tergambar dua tapak kaki gajah yang diidentikkan dengan gajah Airawata (milik Dewa Wisnu).
Prasasti yang terpenting adalah Prasasti Tugu yang ditemukan di Cilincing, Jakarta. Prasasti itu berisi, antara lain tentang penggalian sebuah saluran air sepanjang 6.112 tombak (+ 11 km) yang diberi nama Gomati. Pekerjaan ini dilakukan pada pemerintahan yang ke 22 dan selesai dalam 21 hari. Prasasti itu juga menyebutkan penggalian Sungai Candrabhaga atau Sungai Bekasi sekarang (menurut penafsiran Prof. Dr.Purbacaraka).
Prasasti Jambu ditemukan di Bukti Koleangkak, tepatnya 30 km sebelat barat Bogor. Isi prasasti itu mengagungkan dan menyangjung keperkasaan Raja Purnawarwan, baik dalam pemerintahan maupun dalam peperangan.
Prasasti Pasir Awi dan Prasari Muara Cianten belum dapat terbaca. Sementara itu, Prasasti Lebak ditemukan pada tahun 1947. Meskipun sudah terbaca, prasasti itu juga belum dapat diketahui maknanya.
Di samping tujuh prasasti itu, ditemukan pula Arca Rajarsi dan dua Arca Wisnu dari Cibuaya yang mempunyai langgam seni Pallawa. Arca itu memiliki persamaan dengan arca yang ditemukan Malay (Malaysia), Siam (Thailand), dan Kampuchea.
c.  Aspek Kehidupan Sosial.
Diperkirakan kehidupan sosial masyarakat Tarumanegara bertumpu pada kegiatan pertania. Aspek gotong royong menjadi pola hidup mereka. Pembuatan saluran air Gomati merupakan salah satu contoh kehidupan gotong royong yang mereka lakukan. Pemberian 1.000 ekor hewa sapi dari Raja Purnawarman kepada para brahmana juga menunjukkan bahwa peternakan merupakan salah satu mata pencaharian masyarakat Tarumanegara. 
d.  Aspek Kehidupan Ekonomi.
Pada masa pemerintahan Raja Purnawarman, rakyat hidup aman dan teratur. Mata pencaharian penduduknya adalah pertanian. Untuk mencapai kesejahteraan rakyat, Raja Purnawarman memerintahkan penggalian saluran air yang diberi nama Gomati dengan panjang lebih kurang 11 km. saluran air tersebut bermanfaat untuk mengairi sawah dan mencegah bahaya banjir. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tingkat kehidupan masyarakat Tarumanegara sudah cukup tinggi.

    3. Kerajaan Sriwijaya.
 
Berdasarkan beberapa prasasti yang ditemukan serta berita dari Cina dan Arab dapat disimpulkan bahwa Kerajaa Sriwijaya berdiri pada akhir abad ke-7. Berdasarkan berita dari Cina yang dibuat pada masa Dinasti Tang disebutkan bahwa di pantai timur Sumatera Selatan telah berdiri sebuah kerajaan yang disebut She-li-fo-she. Nama kerjaan itu diidentikkan dengan sriwijaya. Pendeta Buddha dari Cina, I Tsing juga pernah singgah di Sriwijaya dalam perjalanannya ke India pada tahun 671 M. I Tsing datang lagi ke Sriwijaya pada tahun 685 M untuk menerjemahkan kitab suci agama Buddha selama empat tahun di bawah bimbingan Sakyakirti. Jadi, pada abad ke-7 Sriwijaya telah berkembang menjadi pusat kegiatan ilmiah agama Buddha di Asia Tenggara.
Sekitar tahun 692, Sriwijaya telah mampu menaklukkan Melayu dan Tarumanegara. Hal itu diperkuat dengan adanya keterangan pada lima prasasti yang dikeluarkan Raja Sriwijaya yang ditulis dengan huruf Pallawa dan dalam bahasa Melayu Kuno.
Prasasti tertua tentang Sriwijaya ditemukan di Kedukan Bukit, tepi Sungai Tatang dekat Palembang. Prasasti itu berangkat tahun 683 M dan terdiri atas 10 baris kalimat.
Berdasarkan isi Prasasti kedudukan Bukit itu, Prof. Dr.Purbacaraka menyimpulkan bahwa Dapunta Hiyam berasal dari Minang kabau. Jika hal itu benar, Sriwijaya berdiri sekitar tahun 685 karena pada tahun 670-673 Sriwijaya tidak mengirimkan utusan ke Cina.
Prasasti berikutnya ditemukan di Talang Tuo, dekat Palembang berangka tahun 606 Saka atau 684 M. Prasasti itu menyebutkan bahwa atas perintah Dapunta Hiyam Sri Jayanaga telah dibuat taman yang disebut Srikseta untuk kemakmuran semua makhluk. Di samping itu, juga ada doa-doa yang bersifat Mahayana.
Prasasti lain ditemukan di Kotakapur (Bangka), dan Karang Berahi (Jambi Hulu). Kedua prasasti itu berangka tahun 686 M dan sebagian besar isinya sama, yaitu memohon kepada dewa agar menjaga keamanan dan keselamatan Sriwijaya beserta rajanya serta menghukum setiap orang yang bermaksud jahat dan mendurhakai kekuasaan Sriwijaya.
Prasasti yang ke-5 ditemukan di Palas Pasemah, Lampung Selatan. Prasasti itu menyebutkan bahwa daerah Lampung Selatan pada waktu itu sudah diduduki Sriwijaya. Raja Sriwijaya menjatuhkan kutukan yang seram bagi mereka yang melakukan kejahatan dan tidak taat terhadap perintahnya.
     a. Apek Kehidupan Politik.
Menurut Prasasti Ligor (775 M), Sriwijaya saat itu diperintah oleh Raja Dharmasetu dan telah mendirikan pangkalan di Semenanjung Malaya (daerah Ligor). Prasasti itu juga menyebutkan seorang raja yang bernama Wisnu dari keluarga Syailendra. Nama raja itu dijumpai pada prasasti (Jawa Tengah) dengan nama Sanggramadananjaya (Dananjaya atau Wisnu).
Zaman keemasan Sriwijaya terwujud pada abad ke-8 dan ke-9 ketika diperintah Balaputradewa. Berdasarkan Prasasti Nalanda (India) diketahui bahwa Balaputradewa adalah cucu seorang raja dari Jawa yang berasal dari keluarga Syailendra (Sri Wirawairimathana). Ayahnya bernama Samaragrawira atau Saramaratungga yang kawin dengan Dewi Tara putri dari Raja Dharmasetu (Sriwijaya), Samaratungga memerintah tahun 824 M.
Dinasti Syailendra terdesak oleh Dinasti Sanjaya. Balaputradewa yang merupakan keturunan Dinasti Syailendra melarikan diri ke Sriwijaya dan bertakhta menjadi raja. Sejak pemrintahan Dharmasetu, Sriwijaya berhasil membangun negaranya menjadi besar. Dengan armada laut yang kuat, Sriwijaya berhasil menguasai jalur-jalur perdagangan antara India dan Cina, baik di Selat Malak, Selat Sunda, maupun di Semenanjung Malaya dan Tanah di Asia Tenggara dan menguasai perdaganan laut.
        b. Aspek Kehidupan Sosial.
Letak Kerajaan Sriwijaya sangat strategis, yaitu berada jalur lalu lintas perdagangan internasional. Hal ini menyebabkan masyarakatnya lebih terbukan dalam menerima berbagai pengaruh asing. Masyarakat Sriwijaya juga telah mampu mengembangkan bahasa komunikasi dalalm dunia perdaganannya. Kemungkinan bahasa Melayu Kuno telah digunakan sebagai bahasa pengantar terutama dengan para pedagang dari Jawa Barat, Bangka, Jambi, dan Semenanjung Malaysia.
Penduduk sriwijaya juga bersfifar dalam menerima berbagai kebudayaan yang datang. Salah satunya adalah mengadopsi kebudayaan India, seperti nama-nama India, adat istiadat, serta tradisi dalam agama Hindu. Oleh karena itu, Sriwijaya pernah menjadi pusat pengembangan ajaran Buddha di Asia Tenggara.  
        c. Aspek Kehidupan Ekonomi
Untuk menjaga keamanan wilayah lautnya yang luas, Sriwijaya membangun armadanya dengan kuat. Dengan demikian, perdagangan yang berlangsung di Sriwijaya dapat berjalan amat sehingga rakyatnya dapat hidup aman dan makmur. Sebagian besar penduduk Sriwijaya hidup dari hasil perdagangan dan pelayaran. Dari wilayah lautnya yang luas, Sriwijaya banyak memperoleh bea cukai dari kapal-kapal dagang yang melintasi atau singgah di pelabuhan milik Sriwijaya.
Sriwijaya menjual barang-barang produksinya, seperti emas, perak, gading, penyu, kemenyan, kapur barus, lada dan dammar. Para pedagang asing dapat menukarnya dengan aneka porselin, kain katun, dan sutra.
       d. Kemunduran Kerajaan Sriwijaya.
Menurut berita dari Cina (Chau-Yu-Kua), Kerajaan Sriwijaya mengalami masa kemunduran pada akhir abad ke-12. Hal itu dikuatkan oleh Kitab sejarah dari Dinasti Sung yang menyatakan bahwa Sriwijaya mengirimkan utusannya yang terakhir pada tahun 1178.

4.  Kerajaan Mataram Kuno.
Berdasarkan keterangan pada Prasasti Canggal yang ditemukan di Desa Canggal (sebelah barat Magelang), diketahui secara jelas kehidupan politik di Mataram Kuno. Prasasti Canggal diperkirakan dibuat pada tahun 732 Masehi, ditulis dengan huruf Pallawa dan menggunakan bahasa Sanskerta.
Sebelum Sanjaya berkuasa, Mataram Kuno diperintah oleh Raja Sanna (Paman Sanjaya). Berdasarkan kitab Carita Parahyangan, masa pemerintahan Sanna dan Sanjaya dapat diketahui. Berdasarkan Prasasti Sojomerto diketahui bahwa Sanjaya adalah keturunannya Raja Syailendra yang beragama Syiwa. Sanjaya menyuruh anaknya, Raja Syailendra, beralih ke agama Buddha (Syaila = gunung tempat bersemayam dewa; indra = raja).
Prasasti Canggal dikeluarkan oleh Raja Sanjaya. Isi utamanya adalah memperingati didirikannya sebuah lingga (Lambang Siwa) di atas sebuah bukit di daerah Kunjarakunja oleh Raja Sanjaya. Daerah ini letaknya di sebuah pulau mulia, Jawadwipa yang kaya raya akan hasil bumi, terutama padi dan emas. Prasasti Canggal ditemukan di halaman sebuah candi yang sudah runtuh di Gunung Wukir dengan candrasengkala, sritiindriyarasa (artinya 654 Saka atau 732 Masehi).
Selain dari Prasasti Cannggal, nama Sanjaya juga tercantum pada Prasasti Mantyasih (Prasasti Kedu) yang dikeluarkan oleh Raja Dyah Balitung. Di dalam prasasti itu dituliskan nama raja-raja yang pernah berkuasa di Mataram Kuno sejak Raja Sanjaya sampai dengan Balitung.  
     Urutan Raja Mataram Kuno dari Dinasti Sanjaya adalah sebagai berikut:
a) Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya.
b) Sri Maharaja Rakai Panangkaran.
c) Sri Maharaja Rakai Panunggalan.
d) Sri Maharaja Rakai Warak.
e) Sri Maharaja Rakai Garung.
f)  Sri Maharaja Rakai Pikatan.
g)  Sri Maharaja Rakai Kayuwangi.
h)  Sri Maharaja Rakai Watuhumalang.
i)   Sri Maharaja Rakai Watukura Dyah Balitung.

      
Beberapa Candi yang berada dalam kelompok Candi Dieng, seperti Candi Arjuna dan Candi Semar di sebelah kanan; Candi Srikandi, Candi Puntadewa, serta Candi Samudera di sisi belakang.

5. Kerajaan Kediri.
Kerajaan Kediri merupakan kelanjutan Kerajaan Kahuripan (Airlangga). Karena mempunyai beberapa orang putra, Airlangga membagi kerajaannya menjadi dua agar tidak terjadi perebutan kekuasaan.
a. Kerajaan Jenggala dengan Ibu Kota Kahuripan.
Kerajaan Jenggala diperkirakan terletak di sebelah utara Sungai Brantas. Wilayahnya, meliputi Delta Sungai Brantas, Malang, Rembang, dan Pasuruan. Pemerintahan Jenggala dipegang oleh Raja Garasakan (putra Airlangga).
b. Kerajaan Panjalu atau Kediri dengan Ibu Kota Daha.
Kerajaan Panjalu terletak di sebelah selatan Sungai Brantas. Wilayahnya, meliputi Kediri, Madiun, dan daerah di sebelah baratnya. Pemerintahan di Kediri (Panjalu) dipegang oleh Sri Samarawijaya yang sebelumnya menjabat sebagai rakyan mahamenteri i hino menggantikan putrid Sri Sanggramawijaya.

        a. Aspek Kehidupan Bidang Politik.
Setelah 58 tahun mengalami masa suram, Kerajaan Panjalu (Kediri) bangkit lagi sekitar tahun 1116. Raja yang memerintah, antara lain Rakai Sirikan Sri Bameswara, Raja Jayabaya, Raja Sarweswara, Sri Aryyeswara, Sri Ganda, Kameswara, dan Kertajaya.
Keadaan politik pemerintahan dan keadaan masyarakat di Kediri ini dicatat dalam berita dari Cina, yaitu dalam Kitab Ling-Wai-tai-ta yang ditulis oleh Chou K’u-fei pada tahun 1178 dan pada kitab Chu-fan-chi yang disusun oleh Chauju-kua pada tahun 1225.
b. Aspek Kehidupan Ekonomi.
Kediri merupakan kerajaan agraris dan maritimim. Masyarakat yang hidup di daerah pedalaman bermata pencaharian sebagai petani. Hasil pertanian di daerah pedalam  Kerajaan Kediri sangat melimpah karena didukung oleh kondisi tanah yang subur. Hasil pertanian yang melimpah memberikan kemakmuran bagi rakyat.
Masyarakat yang berada di daerah pesisir hidup dari perdagangan dan pelayaran. Pada masa itu perdaganan dan pelayaran berkembang pesat. Para pedagan Kediri sudah melakukan hubungan dagang dengan Maluku dan Sriwijaya.
        c. Aspek Kehidupan Sosial.
Kondisi masyarakat Kediri sudah teratur. Penduduknya sudah memakai kain sampai di bawah lutut, rambut diurai, serta rumahnya bersih dan rapi. Dalam perkawinan, keluarga pengantin wanita menerima maskawin berupa emas. Orang-orang yang sakit memohon kesembuhan kepada dewa dan Buddha.
        d. Aspek Kehidupan Kebudayaan.
Pada zaman Kediri karaya sastra berkembang pesat. Banyak karya sastra yang dihasilkan. Pada masa pemerintahan Jayabaya, Empu Sedah pernah diperintahkan untuk mengubah Kitab Bharatayuda ke dalam bahasa Jawa Kuno. Kitab ini diselesaikan Empu Panulah karena Empu Sedah tidak mampu menyelesaikannya. Dalam kitab itu, nama Jayabaya disebut beberapa kali sebagai sanjungan kepada rajanya.

      6.  Kerajaan Singasari.
Asal usul Ken Arok tidak secara jelas disebutkan dalam sumber-sumber sejarah. Menurut kitab Pararaton, Ken Arok adalah anak seorang wanita tani dari Desa Pangkur (Sebelah timur Gunung Kawi). Para ahli sejarah menduga ayah Ken Arok seorang pejabat kerajaan, mengingat wawasan berpikir, ambisi, dan strateginya cukup tinggi. Hal itu jarang dimiliki oleh seorang petani biasa. Banyak kisah yang menyebutkan bahwa Ken Arok ketika muda menjadi pencuri dan perampok. Berkat pengarahan dan bantuan Akuwu Tumapel, Tunggul Ametung. Ken Arok setelah mengabdi di Tumape ingin menduduki jabatan akuwu dan sekaligus memperistri Ken Dedes (istri Tunggul Ametung). Dengan menggunakan tipu muslihat yang jitu, Ken Arok dapat membunuh Tunggul Ametung. Setelah itu, Ken Arok mengangkat dirinya menjadi akuwu di Tumapel dan memperistri Ken Dedes yang saat itu telah mengandung. Ken araok kemudian mengumumkan bahwa dia adalah penjelmaan Dewa Brahma, Wisnu, dan Syiwa. Hal itu dimaksudkan agar Ken Arok dapat diterima secara sah oleh rakyat sebagai seorang pemimpin.
 a. Aspek Kehidupan Politik.
Tumapel daerah kekuasaan Kerajaan Kediri yang diperintah oleh Raja Kertajaya atau Dandang Gendis. Ken Arok ingin memberontak, tetapi menunggu saat yang tepat. Pada tahun 1222, datanglah beberapa pendeta dari Kediri untuk meminta perlindungan kepada Ken Arok karena tindakannya yang sewenang-wenang dari Raja Kertajaya. Ken Arok menerima dengan senang hati dan mulailah menyusun barisan, menggembleng para prajurit, dan melakukan propaganda kepada rakyatnya untuk memberontak Kerajaan Kediri.

    b. Aspek Kehidupan Kebudayaan.
Peninggalan kebudayaan Kerajaan Singasari, antara lain prasasti, candi dan  patung. Candi peninggalan Kerajaan Singasari, antara lain Candi Jago, Candi Kidal, dan Candi Singasari. Adapun patung-patung yang berhasil ditemukan sebagai hasil kebudayaan Kerajaan Singasari, antara lain Patung Ken Dedes sebagai Dewi Prajnaparamita lambing dewi kesuburan dan Patung Kertanegara sebagai Amoghapasa.
    c.  Aspek Kehidupan Sosial.
Rakyat Singosari mengalami pasang surut kehidupan sejak zaman Ken Arok sampai masa pemerintahan Wisnuwardhana. Pada masa-masa pemerintahan Ken Arok, kehidupan social masyarakat sangat terjamin. Kemakmuran dan keteraturan kehidupan social masyarakat Singasari kemungkinan yang menyebabkan para brahmana meminta perlindungan kepada Ken Arok atas kekejaman rajanya.
d. Aspek Kehidupan Ekonomi.
Tidak banyak sumber prasasti dan berita dari negeri asing yang dapat memberi keterangan secara jelas kehidupan perekonomian rakyat singasari. Akan tetapi, berdasarkan analisis bahwa pusat Kerajinan Singasari berada di sekitar Lembah Sungai pusat Kerajaan Singasari berada di sekitar Lembah Sungai Bratas dapat di duga bahwa rakyat Singasari banyak menggantungkan kehidupan para sector pertanian. Keadaan itu juga didukung oleh hasil bumi yang melimpah sehingg menyebabkan Raja Kertanegara memperluas wilayah terutama tempat-tempat yang strategis untuk lalu lintas perdagangan.

7. Kerajaan Bali.
Kerajaan Bali terletak di Pulau Bali yang berada di sebelah timur Provinsi Jawa Timur sekarang ini. Kerajaan Bali mempunyai hubungan sejarah yang dekat dengan kerajaan-kerajaan di Pulau Jawa.
       a. Aspek Kehidupan Politik.

Berdasarkan Prasasti Blanjong yang berangka tahun 914, Raja Bali pertama adalah Khesari Warmadewa. Istananya berada di Singhadwalawa. Raja berikutnya adalah Sang Ratu Sri Ugrasena. Ia memerintah tahun 915-942, istananya berada di Singhadwalawa. Kemungkinan Singhamadawa terletak antara Kintamani (Danau Batur) dan Patur Sanur (Blanjong), kira-kira di sekitar Tampaksiring dan Pejeng atau di antara aliran Sungai Patanu dan Pakerisan. Masa pemerintahannya sezaman dengan Empu Sindok di Jawa Timur. Sang Ratu Sri Ugrasena meninggalkan Sembilan prasasti. Pada umumnya, prasasti itu berisi tentang pembebasan pajak pada daerah-daerah tertentu. Selain itu, ada juga prasasti yang memberitakan tentang pembangunan tempat-tempat suci. Setelah wafat, Sang Ratu Sri Ugrasena di-dharma-kan di Air Mandatu.









            b. Aspek Kehidupan Sosial.
Struktur masyarakat yang berkembang pada masa Kerajaan Bali Kuno didasarkan pada hal berikut :
1) Sistem kasta (Caturwarna).
Sesuai dengan kebudayaan Hindu di India, pada awal perkembangan Hindu di Bali system kemasyarakatanya juga dibedakan dalam beberapa kasta. Namun, untuk masyarakat yang berada di luar kasta disebut budak atau njaba.
2) Sistem Hak Waris.
Pewarisan harta benda dalam suatu keluarga dibedakan atas anak laki-laki dan anak perempuan. Anak laki-laki memiliki hak waris lebih besar dibandingkan anak perempuan.
3)Sistem Kesenian.
Kesenian yang berkembang pada masyarakat Bali Kuno dibedakan atas system kesenian keraton dan system kesenian rakyat.
4) Agama dan Kepercayaan.
Masyarakat Bali Kuno meskipun sangat terbuka dalam menerima pengaruh dari luar, mereka tetap mempertahankan tradisi kepercayaan nenek moyangnya. Dengan demikian, di Bali dikenal ada penganur agama Hindu, Buddha, dan kepercayaan animisme.   
        c. Aspek Kehidupan Ekonomi.
Kegiatan ekonomi masyarakat Bali dititikberatkan pada sektor pertanian. Hal itu didasarkan pada beberapa prasasti Bali yang memuat hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan bercocok tanam.
d. Aspek Kehidupan Kebudayaan.
Masuknya kebudayaan Hindu sangat besar sekali pengaruhnya pada masyarakat Bali. Sampai sekarang dapat dikatakan bahwa mayoritas penduduk Bali adalah penganut Agama Hindu. Agama Buddha juga berkembang di Bali meskipun tidak sepesat perkembangan agama Hindu. Pada masa pemerintahan Raja Udayana, agama Buddha juga mendapat tempat sejajar dalam kehidupan kerajaan. Hal itu tentu saja menunjukkan betapa toleransnya rakyat Bali pada agama yang lain.

8. Kerajaan Sunda atau Pajajaran.
Berdasarkan naskah kuno ditemukan, di daerah Jawa Barat telah berulang kali terjadi perpindahan pusat kerajaan Hindu setelah Tarumanegara. Secara berurutan pusat-pusat kerajaan itu adalah Galuh, Prahajyan Sunda, Kawali, dan Pakwan Pajajaran.
a. Aspek Kehidupan Politik.
Akibat sumber-sumber sejarah yang sangat terbatas, aspek kehidupan politik tentang Kerajaan Sunda/Pajajaran hanya sedikit saja yang dapat diketahui. Aspek kehidupan politik yang diketahui terbatas pada perpindahan pusat pemerintahan dan pergantian takhta raja.
b. Aspek Kehidupan Sosial.
Naskah Sanghyang Siksakandang Karesian memberi penjelasan adanya kelompok-kelompok masyarakat di dalam Kerajaan Sunda. Kelompok itu tidak berdasarkan jabatan dalam pemerintahan, tetapi berdasarkan fungsi yang dimiliki masing-masing kelompok itu.
c. Aspek Kehidupan Ekonomi.
Masyarakat Kerajaan Sunda umumnya hidup dari pertanian, khususnya lading. Bukti ini didapat dari Kitab Carita Parahyangan, misalnya ada keterangan pahuma (peladang), panggerek (pemburu), dan penyadap (penyadap). Ketiganya merupakan jenis pekerjaan di ladang.
Selain bertumpu pada sektor pertanian, perekonomian Kerajaan Sunda juga didukung oleh perdagangan. Hal itu dibuktikan dengan dimilikinya enam buat Bandar yang cukup ramai dan penting. Melalui keenam  Bandar itu dilakukan usaha perdagangan dengan daerah dan kerajaan lain.
d. Aspek Kehidupan Budaya.
Kehidupan manusia peladang akan menunjukkan ciri masyarakt peladang, yaitu sering berpindah-pindah. bentuk kehidupan sering berpindah menyebabkan masyarakatnya tidak membuat bangunan permanen dan kukuh. Oleh karena itu, wajar kalau dari masyarakat Kerajaan Pajajaran tidak ditemui peninggalan berupa bangunan, misalnya Candi.
Hasil kebudayaan Kerajaan Pajajaran yang sampai pada kita umumnya berupa sastra tulis dan sastra lisan. Bentuk sastra tulis itu, misalnya kitab Carita Parahyangan, Sawakanda atau Serat Kanda, dan Sanghyang Siksakandang Karesian. Adapun bentuk sastra lisan yang dijumpai umumnya berupa cerita pantun, seperti Langgalarang Banyak Catra, Haturwangi, dan Siliwangi.

9. Kerajaan Majapahit.
Kerajaan Majapahit dapat dikatakan sebagai kelanjutan Kerajaan Singasari. Alasannya, Raden Wijaya sebagai pendiri Kerajaan Majapahit merupakan salah seorang pangeran dari Kerajaan Singasari yang berhasil meloloskan diri ketika Jayakatwang dari Kediri menghancurkan Singasari. Raden Wijaya melarikan diri ke Sumenep (Madura) untuk meminta perlindungan kepada Arya Wiraraja. Setelah berada di Madura, Raden Wijaya mulai menyusun taktik dan strategi untuk merebut kembali takhta Kerajaan Singasari.
Atas nasiha Arya Wiraraja, Raden Wijaya menyerah dan berpura-pura bersedia menghambakan diri kepada Jayakatwang agar dapat mengatur siasat untuk menggulingkannya. Atas jaminan Arya Wiraraja, Raden Wijaya diterima mengabdi di Kediri oleh Jayakatwang. Raden Wijaya sangat rajin bekerja dan taat kepada raja sehingga memperoleh kepercayaan penuh. Setelah memperolah kepercayaan raja, Raden Wijaya dianjurkan oleh Arya Wiraraja agar memohon kepada raja untuk dapat menempati daerah “liar” (perdikan) di utara Pegunungan Arjuna guna membukan permukiman baru di sana. Permohonan itu pun dikabulkan oleh Jayakatwang. Daerah “liar” yang disebut hutan Tarik segera dibuka dengan bantuan para prajurit dari Madura.
          a. Aspek Kehidupan Politik.
Kehidupan politik yang terjadi di Kerajaan Majapahit dapat dilihat pada masa pemerintahan raja-raja berikut ini. Ada Raden Wijaya, Sri Jayanegara, Tribhuwanatunggadewi Jayawisnuwarddhani, Raja Hayam Wuruk, Raja Wikramawardhana, Raja Suhita, dan Raja Majapahit Terakhir.
        b. Aspek Kehidupan Sosial.
Wilayah kekuasaan Majapahit pada saat pemerintahan Hayam Wuruk meliputi seluruh Nusantara, termasuk Singapura dan semenanjung Melayu. Pengaruh Kerajaan Majapahit terasa sampai ke luar Nusantara, yaitu Filipina Selatan dan Thailand (Campa). Wilayah yang luas itu dibagi-bagi dalam delapan daerah atau disebut Daerah Delapan, yaitu Jawa. Sumatera, Kalimantan (Tanjungpura), Semenanjung Melayu, Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku, dan Papua.

Majapahit merupakan kerajaan Hindu yang telah mempunyai struktur pemerintahan yang cukup lengkap. Struktru pemerintahan Kerajaan Majapahit mencerminkan adanya kekuasaan yang bersifat territorial dan sentralisasi. Raja dianggap sebagai penjelmaan dewa yang memegang kekuasaan politik sehingga dengan sendirinya menempati struktur pemerintahan tertinggi di kerajaan.

c. Aspek Kehidupan Ekonomi.
Kegiatan ekonomi yang dijalankan oleh rakyat dan pemerintahan Kerajaan Majapahit adalah sebagai berikut.
a.Di pulau Jawa dititikberatkan pada sektor pertanian rakyat yang banyak menghasilkan bahan makanan.
b.Di luar Jawa, terutama bagian timur (Maluku), dititikberatkan pada tanaman rempah-rempah dan tanaman perdagangan lainnya.
c.Di sepanjang sungai-sungai besar berkembang kegiatan perdagangan yang menghubungkan daerah pantai dan pedalaman.
d.Di kota-kota pelabuhan, seperti Tuban, Gresk, Sedayu, Ujung Galuh, Canggu, dan Surabaya, dikembankan perdagangan antarpulau dan dengan luar negeri, seperti Cina, Campa, dan India.
e. Bea cukai dari kota-kota pelabuhan dan pajak atau upeti dari raja-raja daerah.
Perekonomian yang maju ini membuat rakyat hidup sejahtera dan keluarga raja beserta para pejabat Negara lebih makmur lagi.
d. Aspek Kehidupan Kebudayaan.
Pada masa Majapahit bidang seni budaya berkembang pesat. Terutama seni sastra. Karya seni sastra yang dihasilkan pada masa Majapahit. Di samping seni sastra, seni bangunan juga berkembang pesat. Bermacam-macam candi didirikan dengan ciri khas Jawa Timur, yaitu dibuat dari bata. Candi-candi tersebut, misalnya candi Penataran, Candi Tigawangi, Candi Surawana, Candi Jabung, dan Gapura Bajang Ratu.
Pada tahun 1364. Gajah mada meninggal. Raja Hayam Wuruk kesulitan untuk mencari penggantinya. Oleh karena itu, tugas patih hamangkubumi diserahkan kepada dewan menteri yang terdiri atas Empu Tranding, Empu Nala, dan Patih Dami. Setelah tiga tahun kematian Gajah Mada, raja mengangkat Gajah Enggon menjadi patih hamangkubumi. Pada tahun 1389, Raja Hayam Wuruk mangkat dan di-dharma-­kan di Tayung (daerah Berbek, Kediri).

                       


1 komentar:

Android mengatakan...

terima kasih :) bagus sekali gambar2nya :)

Posting Komentar